BREAK EVENT POINT (BEP)
A.
Pengertian
Break event point
Analisis
break Event Point dalam beberapa buku sering di sebut dengan titik impas yang
berarti titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis dengan total biaya
produksi.(Suyadi Prawirosentono, 2007: 117)
Dalam buku lain juga di jelaskan bahwa Titik
impas atau break even point adalah suatu cara yang digunakan oleh pimpinan
perusahaan untuk mengetahui atau untuk merencanakan pada volume produksi atau
volume penjualan berapakah perusahaan yang bersangkutan tidak memperoleh
keuntungan atau tidak menderita kerugian. Titik impas Diperlukan untuk
mengetahui hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya
produksi, biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun variabel, dan laba atau
rugi.(
Don
R. Hansen pun menyatakan bahwa Break event point atau di sebut titik impas di
sebut juga sebagai cost – volume – profit (CVP) yang merupakan suatu alat yang
sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Karena analisis
biaya - volume – laba (CVP) menekankan pada keterkaitan biaya, kuantitas yang
terjual, dan harga maka semua informasi keuangan perusahaan terkandung di
dalamnya. (Don R. Hansen dan Mayanne, 2000: 210)
Dari beberapa pendapat di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa Break event point atau titik impas ataupun cost –
volume – profit adalah cara untuk mengetahui berapa volume penjualan minimum
agar suatu usaha tersebut tidak menderita rugi tetapi juga belum memperoleh
untung. Dan dalam BEP adanya hubungan antara biaya tetap, biaya variabel dan
keuntungan (laba) atau volume kegiatan.
Analisis
Break Event Point adalah untuk menentukan hal-hal sebagai berikut:
·
Menentukan jumlah penjualan minimum yang
harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan
minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.
·
Selanjutnya , menentukan jumlah
penjualan yang harus dicapai untuk mencapai laba yang telah direncanakan. Ini
pun berarti bahwa tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba
tersebut.
·
Mengukur dan manjaga agar penjualan
tidak lebih kecil dari BEP. Sehingga tingkat produksi pun tidak kurang dari
BEP.
Menganalisis
perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan atau tingkat
produksi. .(Suyadi Prawirosentono, 2007: 117)
Dengan diketahuinya titik impas tersebut
dapatlah direncanakan tingkat-tingkat volume produksi atau volume penjualan
yang akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan yang bersangkutan. Agar
terhindar dari kerugian perusahaan harus
dapat mengusahakan jumlah penjualan pada titik impas berikut. Apabila volume
penjualan tidak mencapai titik impas tersebut berarti perusahaan akan menderita
rugi.
Tercapainya
titik impas pada volume penjualan yang relatif rendah (dari kapasitas optimal
produksi) merupakan harapan dari setiap perusahaan karena memberi kesempatan
kepada perusahaan untuk dapat segera merealisasi adanya keuntungan. Untuk
mengetahui bagaimana kemampuan suatu perusahaan dalam merealisasikan keuntungan
(profit planning), perusahaan yang bersngkutan perlu membuat perencanaan
penjualan, produksi, dan biaya produksi. Dengan demikian, sebenarnya analisis
titik impas itu sangat erat hubungannnya dengan program bujet/budgeting, yaitu
suatu proses di bidang perencanaan keuangan. Meskipun analisis titik impas
dapat diterapkan untuk data historis tetapi sebenarnya penggunaannya yang penting adalah untuk membuat peramalan
periode yang akan datang (khususnya di bidang perencanaan laba).(
B.
Asumsi
– asumsi dalam analisis Break event point (BEP)
Dalam hal ini
analisis BEP pada tahap awal memberikan pedoman kepada pimpinan perusahaan
tentang “pada tingkat produksi dan penjualan beberapa unit” sehingga lerusahaan
tidak rugi dan tidak untung. Selanjutnya, menejemen perusahaan dapat menentukan
tingkat produksi dan penjualan yang harus dijalankan, untuk memperoleh
keuntungan tertentu.
Dalam analisis
BEP terdapat beberapa asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi tersebut adalah:
1.
Harga jual barang/jasa per unit relatif
tetap pada berbagai tingkat volume penjualan dalam periode yang bersangkutan.
Dengan demikian, kurva penghasilan merupakan garis linier.
2.
Biaya yang terjadi dapat dikelompokkan
ke dalam biaya tetap atau biaya variabel.dalam kenyataan pada perusahaan,
biaya-biaya tersebut sebaiknya dapat dikelompokkan dalam biaya tetap ataupun
biaya variabel.
3.
Biaya tetap relatif konstan pada periode
bersangkutan.
4.
Kapasitas produksi maksimum perusahaan
tidak bertambah, karena ekspansi. Ekspansi berarti akan mengubah struktur
biaya, termasuk penyusutan, sehingga berbagai jenis biaya akan berubah.
5.
Tingkat efisiensi perusahaan relatif
tidak berubah. Misalnya, terjadi pemborosan sehingga struktur biaya berubah,
harga jual pun dapat berubah. Atau sebaliknya, dengan penggunaan teknologi
baru, biasanya mengubah struktur biaya, harga jual, dan sebagainya.
Walaupun
demikian pada kenyataannya tidak ada yang tetap.. dalam keadaan asumsi tersebu
berubah, tentunya BEP berubah pula. Dalam upaya menghadapi asumsi perubahan
tersebut, analisis BEP masih dapat dilakukan, dengan menganalisis kembali
berbagai faktor biaya, harga jual, tingkat efisiensi dan sebagainya untuk
disusun kembali BEP yang baru sesuai dengan perubahan. Jadi, BEP harus
disesuaikan dengan perubahan hal tersebut.
a. Perubahan
harga jual per unit, akibat turun atau naiknya harga jual.
b.
Perubahan biaya tetap dan biaya variabel
per unit, baik biaya langsung maupun tidak langsung.
c.
Perubahan komposisi barang atau jasa
yang diproduksi dan dijual. Dalam hal ini perusahaan memproduksi dan menjual
beberapa jenis produk.
Singkatnya,
analisis BEP harus ditinjau setiap saat untuk mengantisipasi berbagai faktor
yang mempengaruhi BEP. Dengan demikian, BEP yang digunakan sebagai alat
kebijakan lebih menggambarkan keadaan perusahaan sebenarnya sehingga
pengambilan keputusannya pun lebih cepat. .(Suyadi Prawirosentono, 2007: 119)
C. Klasifikasi biaya pada titik impas
Untuk
tujuan mengadakan analisis titik impas, biaya-biaya yang telah terjadi selama
periode tertentu harus diklasifikasikan ke dalam kelompok biaya tetap dan
kelompok biaya variabel. Biaya-biaya yang meliputi biaya produksi, biaya
penjualan, biaya umum dan adsministrasi harus dipisahkan berapa yang merupakan
biaya tetap dan berapa yang merupakan biaya variabel.
· Biaya
tetap (fixed cost atau fixed expense) adalah jenis biaya yang
selama kisaran waktu operasi tertentu atau tingkat kapasitas produksi tertentu
selalu tetap jumlahnya atau tidak berubah walaupun volume produksi berubah.
Apabila waktu operasi itu adalah bulan maka biaya itu tetap saja setelah
dihitung satu bulan. Jika dihitung tahunan biaya itu tetap konstan walaupun
volume produksi berubah dari bulan kebulan atau dari minggu ke minggu. Yang
termasuk kelompok biaya biaya tetap misalnya biaya penyusutan atau deplesi atau
amortitasi, biaya gaji, biaya asuransi, biaya sewa, biaya bunga, biaya
pemeliharaan dan biaya-biaya tidak langsung lainnya. Biaya tidak langsung
adalah biaya-biaya yang tidak langsung membentuk hasil produksi. Tidak semua
biaya tidak langsung merupakan biaya tetap, sebagian ada yang merupakan biaya
variabel. Misalnya biaya penerangan atau pemakaian listrik. Pada waktu
perusahaan tidak diproduksi tetap dikeluarkan sejumlah biaya penerangan dan
biaya ini akan bertambah bial terjadi kenaikan produksi. Biaya teteap ini
umumnya dikaitkan dengan waktu atau berdasarkan perjanjian (dalam akutansi
biaya tersebut periode cost).
Misalnya gaji karywan untuk setiap bulan dikeluarkan Rp. 1.000.000,-. Jumlah
ini akan tetap sama selama suatu periode, tidak tergantung pada besar kecilnya
volume produksi. Biaya penyusutan aktiva tetap itu. Biaya penyusutan ini
ditetapkan berdasarkan perjanjian dan bersifat tetap tidak tergantung pada
besar kecilnya volume produksi.
· Biaya
variabel (variabel costs atau variabel expense) adalah jenis-jenis
biaya yang besar kecilnya tergantung pada banyak sedikitnya volume produksi.
Apabila volume produksi bertambah maka biaya variabel akan meningkat, sebaiknya
bila volume produksi berkurang maka biaya variabel akan menurun. Dalam analitis
titik impas disyaratkan bahwa perubahan biaya variabel ini sebanding
(proporsional) dengan perubahan volume produksi sehingga biaya variabel per
unit barang yang diproduksi bersifat tetap. Yang terasuk dalam kelompok biaya
variabel adalah biaya-biaya langsung seperti biaya pemakaian bahan dasar, biaya
tenaga kerja langsung, dan beberapa biaya tidak langsung seperti pemeliharaan,
biaya penerangan dan lain-lain sejenisnya biaya langsung ialah biaya-biaya yang
secara langsung membentuk hasil produksi.
·
Biaya total (total costs) adalah jumlah biaya tetap total ditabah dengan biaya
variabel total pada masing-masing tingkat atau volume produksi.(
D. Syarat untuk menentukan titik impas
Diperlukan sejumlah persyaratan tertentu
agar analisis titik impas(break event point)dari suatu perusahaan dapat
dilakukan. Syarat-syarat tersebut harus dipenuhi terlebih dahulu agar kita
dapat menentukan tingkat atau volume penjualan atau produksi yang akan
menghasilakan pulang pokok, artinya tidak emberikan laba dan rugi. (
Syarat untuk menentukan titik impas
sebagai berikut:
a)
Bahwa prinsip variabilitas biaya dapat
diterapkan dengat tepat (principle of
cost variability is valid).
b)
Bahwa biaya-biaya yang dikorbankan harus
dapat dipisahkan menjadi dua kelompok biaya, yakni biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya-biaya yang bersifat meragukan , yaitu bersifat semi tetap atau
semi variabel harus ditegaskan kelopoknya sehingga akhirnya hanya ada dua
kelompok biaya saja, yakni “biaya tetap” dan “biaya variabel”.
c)
Bahwa yang dikelompokan sebagai biaya
tetap tersebut akan tinggal konstan sepanjang kisaran periode kerja atau
kapasitas produksitertentu artinya tidak mengalami perubahan walaupun volume
produksiatau volume kegiatan berubah. Apabila dihitung per unit biaya tetap ini
berarti akan semakin menurun dengan meningkatnya volume produksi.
d)
Bahwa yang dikelompokan sebagai biaya
variabel itu akan berubah sebanding dengan perubahan volume produksi, yakni
meningkat atau menurun secara sebanding dengan perubahan volume produksi, yakni
meningatkan atau menurun secara sebanding dengan perubahan volume produksi.
Dengan demikian, biaya varabel itu akan tetap sama bila dihitung per unit,
berapapun jumlah unit barang yang diproduksikan.
e)
Bahwa harga barang per unit barang itu
akan tetap sama saja, tidak naik atau turun, berapa saja jumlah unit barang
yang dijual. Harga per unit tidak akan menurun walaupun volume penjualan
meningkat, dan sebaliknya volume penjualan barang tidak akan mempengaruhi harga
jual atau harga pasarnya. Persyaratan ini berlaku bagi pasar barang yang
bersaing sempurna di mana perusahaan secara individual umum tidak akan
mengalami perubahan selama kisaran tertentu yang dianalisis.
f)
Bahwa tingkat harga umum tidak akan
mengalami perubahan selama kisaran tertentu yang dianalisis.
g)
Bahwa perusahaan yang bersangkutan hanya
memproduksi dan menjual satu jenis barang saja. Bagi perusahaan yang
memproduksi dan menjual lebih dari satu jenis barang maka produk-produk itu harus dianggap sebagai
satu jenis produk saja dengan perbandingan (mix)
yang selalu kinstan.
h)
Bahwa produktivitas tenaga kerja pada
perusahaan yang bersangkutan akan tinggal tetap atau tidak tetap berubah.
i)
Bahwa dalam perusahaan yang bersangkutan
harus ada sinkronisasi antara volume produksi dengan volume penjualan, artinya
bahwa barang yang diproduksi mesti terjual semua pada periode yang bersangkutan
(tidak ada sisa persedianan).
E.
Perhitungan
analisis break event point (BEP)
Dalam
menentukan break event piont terdapat bebeapa cara diantaranya:
1.
Secara grafis
2.
Metode Trial and Error
3.
Secara Matematis
1.
Menentukan Break event point secara
grafis
Untuk
menentukan posisi BEP secara grafis, maka perlu di gambar variabel-variabel
yang iktu menentukan BEP seperti biaya total (biaya tetap dan biaya variabel)
dan pendapatan total. Dapat di gambarkan sebagai berikut:
2.
Menetukan Break Event Point secara
matematis
Untuk
menentukan BEP secara matematis, dapat dicari formula (rumus) untuk mencari
atau menentukan BEP dalam unit dan BEP dalam rupiah. Kedua rumus BEP dalam unit
dan rupiah dapat dijelaskan sebagai berikut :
BEP
terjadi pada saat total pendapatan sama dengan total biaya TR=TC
TR
= harga per unit dikalikan kuantitas = P x Q
TC
= biaya tetap ditambah biaya variabel = FC + VC
VC
= biaya variabel per unit dikalikan kuantitas.
Karena
TR = TC
Maka
: p/u x Q = FC + VC/u x Q
P/u
x Q – VC/u x Q = FC
Q(P/u
– VC/u) = FC
Sehingga
: QBE =
Dimana
QBE
adalah kuantitas pada keadaan BEP, atau BEP dalam unit tercapai pada:
BEPunit
=
Adapun
keadaan BEP dalam rupiah dapat dicari dengan mengalikan kuantitas pada posisi
BEP dengan harga jualnya . keadaan BEP dalam rupiah dapat dicari dengan rumus
berikut:
Pada keadaan QBE =
kedua ruas dikalikan
Dengan
harga per unit atau P
Sehingga
P x QBE
=
x
P
PQBE
=
x
P
PQBE
=
Dimana:
PQBE
adalah pendapatan pada keadaan BEP dan
(sering juga ditulis dengan
)adalah rasio biaya variabel terhadap harga spenjualan,
sehingga BEP dalam rupiah tercapai :
BEPrupiah
=
atau
F.
Margin
of safety (Mos)
Margin of safety (batas keamanan)
merupakan hubungan antara volume penjualan yang dibujetkan dengan volume
penjualan pada titik impas. Apabila volume penjualan pada titik impas telah
diketahui, dan kemudian dihubungkan dengan penjualan pada titik impas telah
diketahui, dan kemudian dihubungkan dengan penjualan yang dibujetkan, akan
dapat diketahui batas keamanan, yaitu berepa besar volume penjualan boleh turun
asal perusahaan tidak menderita
kerugian. Selisih antara antara volume penjualan yang dibujetkan atau tingkat
penjualan tertentu dengan volume penjualan pada titik impas merupakan margin of
safety (batas keamanan) bagi perusahaan yang bersangkutan. Margin of safety ini dapat dinyatakan dalam presentase atau rasio
antara penjualan yang dibujetkan dengan penjualan pada titik impas, atau dalam
presentase atau rasio dari selisih antara penjualan yang dibujetkan dan
penjualan. Dinyatakan dengan rumus:
1.
x 100%
2.
x
100%
SOAL DAN PEMBAHASAN
1).
Perusahaan indomarco beroperasi dengan biaya tetap keseluruhan Rp 120 juta.
Biaya variabelnya diketahui sebesar 60% dari penjualan. Hasil keseluruhan
penjualan pada kapasitas penuh adalah Rp 500 juta. Perusahaan hanya memproduksi
satu jenis barang dan harga penjualannya adalah 500,00 per unit.
Jawaban:
BEP =
BEP =
=
=
=
Rp 300 juta
2).
Pada sebuah toko lampu. Fixed cost suatu toko lampu Rp. 200.000,- Variable cost
Rp. 5.000 per unit
Harga
jual Rp. 10.000 per unit
Hitunglah
BEP per unitnya?
Jawaban
:
BEPunit
=
BEPunit
=
= 40 unit
Artinya
perusahaan perlu menjula 40 unit lampu agar terjadi Break event point. Pada penjualan
ke 41, maka toko itu mulai memperoleh keuntungan.
3).
Rencana penjualan tahun 2000 meliputi kedua jenis produk adalah sebagai
berikut:
a.
Penjualan : Produk A = 15.000 unit @ Rp.
1.000
Produk B = 10.000 unit @ Rp. 750
b.
Biaya :
Biaya variabel untuk Produk A = Rp. 500 per unit
Produk B = Rp. 300 per unit
Biaya tetap
keseluruhan Rp. 5.000.000 setahuan
Hitunglah
!
a. BEP
perusahaan secara keseluruhan dalam rupiah?
b. BEP
produk A dalam unit?
c. BEP
produk B dalam unit?
Jawaban:
a. Harga
penjualan variabel produk A per unit = Rp. 500 x 15.000 = 7.500.000
Harga variabel penjualan produk B per unit = Rp. 300 x 10.000 =
3.000.000
7.500.000 + 3.000.000 = 10.500.000
Total penjualan produk A = 15.000 x 1.000
= 15.000.000
Total penjualan produk B = 10.000 x 750 =
7.500.000
15.000.000 + 7.500.000 = 22.500.000
BEPrupiah =
BEPrupiah =
BEPrupiah = Rp. 9.373.828,-
b. BEPunit
Produk A=
=
=
10.000 unit
c. BEPunit
Produk B=
=
=
11.111 unit
DAFTAR PUSTAKA
R.
Hansen, Don dan Maryanne. Akuntansi
Menejemen. 2000. Jakarta : Erlangga.
Prawirosentono,
Suyadi. Menejemen Operasi. 2007.
Jakarta : Pt. Bumi Aksara.