Kamis, 21 Februari 2013

BREAK EVENT POINT (BEP)


BREAK EVENT POINT (BEP)

A.       Pengertian Break event point
Analisis break Event Point dalam beberapa buku sering di sebut dengan titik impas yang berarti titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis dengan total biaya produksi.(Suyadi Prawirosentono, 2007: 117)
Dalam buku lain juga di jelaskan bahwa Titik impas atau break even point adalah suatu cara yang digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengetahui atau untuk merencanakan pada volume produksi atau volume penjualan berapakah perusahaan yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian. Titik impas Diperlukan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, biaya lainnya baik yang bersifat tetap maupun variabel, dan laba atau rugi.(
Don R. Hansen pun menyatakan bahwa Break event point atau di sebut titik impas di sebut juga sebagai cost – volume – profit (CVP) yang merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Karena analisis biaya - volume – laba (CVP) menekankan pada keterkaitan biaya, kuantitas yang terjual, dan harga maka semua informasi keuangan perusahaan terkandung di dalamnya. (Don R. Hansen dan Mayanne, 2000: 210)
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Break event point atau titik impas ataupun cost – volume – profit adalah cara untuk mengetahui berapa volume penjualan minimum agar suatu usaha tersebut tidak menderita rugi tetapi juga belum memperoleh untung. Dan dalam BEP adanya hubungan antara biaya tetap, biaya variabel dan keuntungan (laba) atau volume kegiatan.



Analisis Break Event Point adalah untuk menentukan hal-hal sebagai berikut:
·  Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.
·  Selanjutnya , menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mencapai laba yang telah direncanakan. Ini pun berarti bahwa tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.
·  Mengukur dan manjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari BEP. Sehingga tingkat produksi pun tidak kurang dari BEP.
Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan atau tingkat produksi. .(Suyadi Prawirosentono, 2007: 117)
Dengan diketahuinya titik impas tersebut dapatlah direncanakan tingkat-tingkat volume produksi atau volume penjualan yang akan mendatangkan keuntungan bagi perusahaan yang bersangkutan. Agar terhindar dari kerugian perusahaan  harus dapat mengusahakan jumlah penjualan pada titik impas berikut. Apabila volume penjualan tidak mencapai titik impas tersebut berarti perusahaan akan menderita rugi.
Tercapainya titik impas pada volume penjualan yang relatif rendah (dari kapasitas optimal produksi) merupakan harapan dari setiap perusahaan karena memberi kesempatan kepada perusahaan untuk dapat segera merealisasi adanya keuntungan. Untuk mengetahui bagaimana kemampuan suatu perusahaan dalam merealisasikan keuntungan (profit planning), perusahaan yang bersngkutan perlu membuat perencanaan penjualan, produksi, dan biaya produksi. Dengan demikian, sebenarnya analisis titik impas itu sangat erat hubungannnya dengan program bujet/budgeting, yaitu suatu proses di bidang perencanaan keuangan. Meskipun analisis titik impas dapat diterapkan untuk data historis tetapi sebenarnya penggunaannya yang penting adalah untuk membuat peramalan periode yang akan datang (khususnya di bidang perencanaan laba).(
B.       Asumsi – asumsi dalam analisis Break event point (BEP)
Dalam hal ini analisis BEP pada tahap awal memberikan pedoman kepada pimpinan perusahaan tentang “pada tingkat produksi dan penjualan beberapa unit” sehingga lerusahaan tidak rugi dan tidak untung. Selanjutnya, menejemen perusahaan dapat menentukan tingkat produksi dan penjualan yang harus dijalankan, untuk memperoleh keuntungan tertentu.
Dalam analisis BEP terdapat beberapa asumsi-asumsi. Asumsi-asumsi tersebut adalah:
1.    Harga jual barang/jasa per unit relatif tetap pada berbagai tingkat volume penjualan dalam periode yang bersangkutan. Dengan demikian, kurva penghasilan merupakan garis linier.
2.    Biaya yang terjadi dapat dikelompokkan ke dalam biaya tetap atau biaya variabel.dalam kenyataan pada perusahaan, biaya-biaya tersebut sebaiknya dapat dikelompokkan dalam biaya tetap ataupun biaya variabel.
3.    Biaya tetap relatif konstan pada periode bersangkutan.
4.    Kapasitas produksi maksimum perusahaan tidak bertambah, karena ekspansi. Ekspansi berarti akan mengubah struktur biaya, termasuk penyusutan, sehingga berbagai jenis biaya akan berubah.
5.    Tingkat efisiensi perusahaan relatif tidak berubah. Misalnya, terjadi pemborosan sehingga struktur biaya berubah, harga jual pun dapat berubah. Atau sebaliknya, dengan penggunaan teknologi baru, biasanya mengubah struktur biaya, harga jual, dan sebagainya.
Walaupun demikian pada kenyataannya tidak ada yang tetap.. dalam keadaan asumsi tersebu berubah, tentunya BEP berubah pula. Dalam upaya menghadapi asumsi perubahan tersebut, analisis BEP masih dapat dilakukan, dengan menganalisis kembali berbagai faktor biaya, harga jual, tingkat efisiensi dan sebagainya untuk disusun kembali BEP yang baru sesuai dengan perubahan. Jadi, BEP harus disesuaikan dengan perubahan hal tersebut.


a.    Perubahan harga jual per unit, akibat turun atau naiknya harga jual.
b.    Perubahan biaya tetap dan biaya variabel per unit, baik biaya langsung maupun tidak langsung.
c.    Perubahan komposisi barang atau jasa yang diproduksi dan dijual. Dalam hal ini perusahaan memproduksi dan menjual beberapa jenis produk.
Singkatnya, analisis BEP harus ditinjau setiap saat untuk mengantisipasi berbagai faktor yang mempengaruhi BEP. Dengan demikian, BEP yang digunakan sebagai alat kebijakan lebih menggambarkan keadaan perusahaan sebenarnya sehingga pengambilan keputusannya pun lebih cepat. .(Suyadi Prawirosentono, 2007: 119)
                                              
C.  Klasifikasi biaya pada titik impas
Untuk tujuan mengadakan analisis titik impas, biaya-biaya yang telah terjadi selama periode tertentu harus diklasifikasikan ke dalam kelompok biaya tetap dan kelompok biaya variabel. Biaya-biaya yang meliputi biaya produksi, biaya penjualan, biaya umum dan adsministrasi harus dipisahkan berapa yang merupakan biaya tetap dan berapa yang merupakan biaya variabel.
·      Biaya tetap (fixed cost atau fixed expense) adalah jenis biaya yang selama kisaran waktu operasi tertentu atau tingkat kapasitas produksi tertentu selalu tetap jumlahnya atau tidak berubah walaupun volume produksi berubah. Apabila waktu operasi itu adalah bulan maka biaya itu tetap saja setelah dihitung satu bulan. Jika dihitung tahunan biaya itu tetap konstan walaupun volume produksi berubah dari bulan kebulan atau dari minggu ke minggu. Yang termasuk kelompok biaya biaya tetap misalnya biaya penyusutan atau deplesi atau amortitasi, biaya gaji, biaya asuransi, biaya sewa, biaya bunga, biaya pemeliharaan dan biaya-biaya tidak langsung lainnya. Biaya tidak langsung adalah biaya-biaya yang tidak langsung membentuk hasil produksi. Tidak semua biaya tidak langsung merupakan biaya tetap, sebagian ada yang merupakan biaya variabel. Misalnya biaya penerangan atau pemakaian listrik. Pada waktu perusahaan tidak diproduksi tetap dikeluarkan sejumlah biaya penerangan dan biaya ini akan bertambah bial terjadi kenaikan produksi. Biaya teteap ini umumnya dikaitkan dengan waktu atau berdasarkan perjanjian (dalam akutansi biaya tersebut periode cost). Misalnya gaji karywan untuk setiap bulan dikeluarkan Rp. 1.000.000,-. Jumlah ini akan tetap sama selama suatu periode, tidak tergantung pada besar kecilnya volume produksi. Biaya penyusutan aktiva tetap itu. Biaya penyusutan ini ditetapkan berdasarkan perjanjian dan bersifat tetap tidak tergantung pada besar kecilnya volume produksi.
·      Biaya variabel (variabel costs atau variabel expense) adalah jenis-jenis biaya yang besar kecilnya tergantung pada banyak sedikitnya volume produksi. Apabila volume produksi bertambah maka biaya variabel akan meningkat, sebaiknya bila volume produksi berkurang maka biaya variabel akan menurun. Dalam analitis titik impas disyaratkan bahwa perubahan biaya variabel ini sebanding (proporsional) dengan perubahan volume produksi sehingga biaya variabel per unit barang yang diproduksi bersifat tetap. Yang terasuk dalam kelompok biaya variabel adalah biaya-biaya langsung seperti biaya pemakaian bahan dasar, biaya tenaga kerja langsung, dan beberapa biaya tidak langsung seperti pemeliharaan, biaya penerangan dan lain-lain sejenisnya biaya langsung ialah biaya-biaya yang secara langsung membentuk hasil produksi.
·      Biaya total (total costs) adalah jumlah biaya tetap total ditabah dengan biaya variabel total pada masing-masing tingkat atau volume produksi.(
D.  Syarat untuk menentukan titik impas
Diperlukan sejumlah persyaratan tertentu agar analisis titik impas(break event point)dari suatu perusahaan dapat dilakukan. Syarat-syarat tersebut harus dipenuhi terlebih dahulu agar kita dapat menentukan tingkat atau volume penjualan atau produksi yang akan menghasilakan pulang pokok, artinya tidak emberikan laba dan rugi. (

Syarat untuk menentukan titik impas sebagai berikut:
a)    Bahwa prinsip variabilitas biaya dapat diterapkan dengat tepat (principle of cost variability is valid).
b)    Bahwa biaya-biaya yang dikorbankan harus dapat dipisahkan menjadi dua kelompok biaya, yakni biaya tetap dan biaya variabel. Biaya-biaya yang bersifat meragukan , yaitu bersifat semi tetap atau semi variabel harus ditegaskan kelopoknya sehingga akhirnya hanya ada dua kelompok biaya saja, yakni “biaya tetap” dan “biaya variabel”.
c)    Bahwa yang dikelompokan sebagai biaya tetap tersebut akan tinggal konstan sepanjang kisaran periode kerja atau kapasitas produksitertentu artinya tidak mengalami perubahan walaupun volume produksiatau volume kegiatan berubah. Apabila dihitung per unit biaya tetap ini berarti akan semakin menurun dengan meningkatnya volume produksi.
d)   Bahwa yang dikelompokan sebagai biaya variabel itu akan berubah sebanding dengan perubahan volume produksi, yakni meningkat atau menurun secara sebanding dengan perubahan volume produksi, yakni meningatkan atau menurun secara sebanding dengan perubahan volume produksi. Dengan demikian, biaya varabel itu akan tetap sama bila dihitung per unit, berapapun jumlah unit barang yang diproduksikan.
e)    Bahwa harga barang per unit barang itu akan tetap sama saja, tidak naik atau turun, berapa saja jumlah unit barang yang dijual. Harga per unit tidak akan menurun walaupun volume penjualan meningkat, dan sebaliknya volume penjualan barang tidak akan mempengaruhi harga jual atau harga pasarnya. Persyaratan ini berlaku bagi pasar barang yang bersaing sempurna di mana perusahaan secara individual umum tidak akan mengalami perubahan selama kisaran tertentu yang dianalisis.
f)     Bahwa tingkat harga umum tidak akan mengalami perubahan selama kisaran tertentu yang dianalisis.
g)    Bahwa perusahaan yang bersangkutan hanya memproduksi dan menjual satu jenis barang saja. Bagi perusahaan yang memproduksi dan menjual lebih dari satu jenis barang  maka produk-produk itu harus dianggap sebagai satu jenis produk saja dengan perbandingan (mix) yang selalu kinstan.
h)    Bahwa produktivitas tenaga kerja pada perusahaan yang bersangkutan akan tinggal tetap atau tidak tetap berubah.
i)      Bahwa dalam perusahaan yang bersangkutan harus ada sinkronisasi antara volume produksi dengan volume penjualan, artinya bahwa barang yang diproduksi mesti terjual semua pada periode yang bersangkutan (tidak ada sisa persedianan).
E.     Perhitungan analisis break event point (BEP)
Dalam menentukan break event piont terdapat bebeapa cara diantaranya:
1.                Secara grafis
2.                Metode Trial and Error
3.                Secara Matematis

1.      Menentukan Break event point secara grafis
Untuk menentukan posisi BEP secara grafis, maka perlu di gambar variabel-variabel yang iktu menentukan BEP seperti biaya total (biaya tetap dan biaya variabel) dan pendapatan total. Dapat di gambarkan sebagai berikut:




2.      Menetukan Break Event Point secara matematis
Untuk menentukan BEP secara matematis, dapat dicari formula (rumus) untuk mencari atau menentukan BEP dalam unit dan BEP dalam rupiah. Kedua rumus BEP dalam unit dan rupiah dapat dijelaskan sebagai berikut :
BEP terjadi pada saat total pendapatan sama dengan total biaya TR=TC
TR = harga per unit dikalikan kuantitas = P x Q
TC = biaya tetap ditambah biaya variabel = FC + VC
VC = biaya variabel per unit dikalikan kuantitas.
Karena TR = TC
Maka : p/u x Q = FC + VC/u x Q
P/u x Q – VC/u x Q = FC
Q(P/u – VC/u) = FC
Sehingga : QBE =
Dimana QBE adalah kuantitas pada keadaan BEP, atau BEP dalam unit tercapai pada:
BEPunit =
Adapun keadaan BEP dalam rupiah dapat dicari dengan mengalikan kuantitas pada posisi BEP dengan harga jualnya . keadaan BEP dalam rupiah dapat dicari dengan rumus berikut:
Pada keadaan QBE =                kedua ruas dikalikan
Dengan harga per unit atau P
Sehingga P x QBE =  x P
PQBE =  x P
PQBE =
Dimana: PQBE adalah pendapatan pada keadaan BEP dan  (sering juga ditulis dengan  )adalah rasio biaya variabel terhadap harga spenjualan, sehingga BEP dalam rupiah tercapai :
BEPrupiah =  atau
F.     Margin of safety (Mos)
Margin of safety (batas keamanan) merupakan hubungan antara volume penjualan yang dibujetkan dengan volume penjualan pada titik impas. Apabila volume penjualan pada titik impas telah diketahui, dan kemudian dihubungkan dengan penjualan pada titik impas telah diketahui, dan kemudian dihubungkan dengan penjualan yang dibujetkan, akan dapat diketahui batas keamanan, yaitu berepa besar volume penjualan boleh turun asal perusahaan  tidak menderita kerugian. Selisih antara antara volume penjualan yang dibujetkan atau tingkat penjualan tertentu dengan volume penjualan pada titik impas merupakan margin of safety (batas keamanan) bagi perusahaan yang bersangkutan. Margin of safety ini dapat dinyatakan dalam presentase atau rasio antara penjualan yang dibujetkan dengan penjualan pada titik impas, atau dalam presentase atau rasio dari selisih antara penjualan yang dibujetkan dan penjualan. Dinyatakan dengan rumus:
1.            x  100%
2.            x 100%

























SOAL DAN PEMBAHASAN

1). Perusahaan indomarco beroperasi dengan biaya tetap keseluruhan Rp 120 juta. Biaya variabelnya diketahui sebesar 60% dari penjualan. Hasil keseluruhan penjualan pada kapasitas penuh adalah Rp 500 juta. Perusahaan hanya memproduksi satu jenis barang dan harga penjualannya adalah 500,00 per unit.
Jawaban:
BEP =
BEP =     =    =  = Rp 300 juta
2). Pada sebuah toko lampu. Fixed cost suatu toko lampu Rp. 200.000,- Variable cost Rp. 5.000 per unit
Harga jual Rp. 10.000 per unit
Hitunglah BEP per unitnya?
Jawaban :
BEPunit =
BEPunit =
           = 40 unit

Artinya perusahaan perlu menjula 40 unit lampu agar terjadi Break event point. Pada penjualan ke 41, maka toko itu mulai memperoleh keuntungan.
3). Rencana penjualan tahun 2000 meliputi kedua jenis produk adalah sebagai berikut:
a.       Penjualan : Produk A = 15.000 unit @ Rp. 1.000
                   Produk B = 10.000 unit @ Rp. 750
b.      Biaya         : Biaya variabel untuk Produk A = Rp. 500 per unit
                                                       Produk B = Rp. 300 per unit
                   Biaya tetap keseluruhan Rp. 5.000.000 setahuan
Hitunglah !
a.  BEP perusahaan secara keseluruhan dalam rupiah?
b. BEP produk A dalam unit?
c.  BEP produk B dalam unit?
Jawaban:
a.  Harga penjualan variabel produk A per unit = Rp. 500 x 15.000 = 7.500.000
   Harga variabel penjualan produk B per unit = Rp. 300 x 10.000 = 3.000.000
7.500.000 + 3.000.000 = 10.500.000
Total penjualan produk A = 15.000 x 1.000 = 15.000.000
Total penjualan produk B = 10.000 x 750 = 7.500.000
15.000.000 + 7.500.000 = 22.500.000
BEPrupiah =
BEPrupiah =
BEPrupiah = Rp. 9.373.828,-
b. BEPunit Produk A=
                         =
                        = 10.000 unit
c.  BEPunit Produk B=
                         =
                        = 11.111 unit
DAFTAR PUSTAKA
R. Hansen, Don dan Maryanne. Akuntansi Menejemen. 2000. Jakarta : Erlangga.
Prawirosentono, Suyadi. Menejemen Operasi. 2007. Jakarta : Pt. Bumi Aksara.